Pada bulan Dzulhijjah ini kaum Muslimin akan bersuka cita karena akan menyambut hari raya Idul Adha. Banyak sunnah-sunnah yang Rasulullah ajarkan kepada umatnya yang berkaitan dengan perayaan Idul Adha. Pentingnya kaum muslimin untuk mengetahui sunnah-sunnah yang berkaitan dengan perayaan Idul Adha ini agar kaum Muslimin tidak melewatkan begitu saja amalan-amalan yang Rasulullah ajarkan yang berkaitan dengan perayaan Idul Adha. Jika manusia berlomba-lomba dan bersemangat untuk meraih keuntungan dunia yang fana maka dalam meraih keuntungan akherat yang kekal tentunya lebih bersemangat lagi. Disaat sunnah-sunnah Rasulullah mulai banyak ditinggalkan maka siapa lagi yang bisa menghidupkannya kembali jika bukan kita kaum muslimin. Semoga Allah memberi kekuatan pada kita untuk bisa istiqomah melaksanakan sunnah-sunnah RasulNya.
Sunnah-sunnah Rasulullah yang berkaitan dengan perayaan Idul Adha.
1. Mandi sebelum shalat ‘Ied
Dari Ali radhiallahu’anhu bahwa ia pernah ditanya perihal mandi, maka dia menjawab, “Yaitu pada hari Jum’at, hari ‘Arafah, hari raya Fitri dan hari raya Idul Adha.” (HR. Baihaqi).
2. Menggunakan pakaian terbaik dan berhias
2. Menggunakan pakaian terbaik dan berhias
Dari Ibnu Umar dia berkata, “Umar pernah mengambil jubah dari sutera yang dijual di pasar, kemudian dia mendatangi Rasulullah seraya berucap, ‘Wahai Rasulullah, belilah ini dan pergunakanlah untuk berhias diri pada hari raya ‘Ied dan wufud (menyambut kedatangan delegasi).’ Maka Rasulullah bersabda, “sesunguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak berakhlak.” Maka Umar pun terdiam sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Allah. Setelah itu, Rasulullah mengirimkan kepadanya jubah dibaaj (sutera), maka Umar pun menerimanya dan kemudian membawanya kepada Rasulullah seraya berucap, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau pernah mengatakan, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak berakhlak,” tetapi engkau justru mengirimkan jubah ini kepadaku.’ Maka Rasulullah bersabda kepadanya, “Engkau bisa menjualnya atau menukarnya dengan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhanmu.” Al-‘Allamah as-Sindi mengatakan, “Dari dalil diatas diketahui bahwa berhias diri pada hari raya merupakan kebiasaan yang telah berjalan diantara mereka dan tidak ditentang oleh nabi sehingga diketahui keberadaannya.” Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “ Pengingkaran itu hanya terhadap pakaian tersebut karena terbuat dari sutera.”
3. Menangguhkan makan dan minum sebelum shalat ‘Ied
Dari Abu Buraidah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam tidak berangkat (ketanah lapang) pada hari Idul Fitri sebelum sarapan dan pada hari raya Idul Adha beliau tidak makan sampai pulang, kemudian beliau makan dari daging hewan-hewan kurbannya.” (HR. Tirmidzi no. 542). Al-‘Allamah as-Syaukani mengatakan, “Hikmah diakhirkannya makan pada hari raya Idul Adha adalah karena pada hari itu disyari’atkan penyembelihan hewan kurban dan memakan sebagian darinya. Oleh karena itu, makannya disyari’atkan dari hewan kurban itu.”
4. Melewati jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang shalat ‘Ied
Dari Jabir radhiallahu’anhu, dia berkata, “Jika hari raya ‘Ied tiba, Nabi shalallahu’alaihi wa sallam biasa mengambil jalan lain (ketika berangkat dan pulang).” (HR. Bukhari no. 986).
5. Bertakbir
Adapun bertakbir pada hari raya kurban, didasarkan pada ayat Al Qur’an, “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) nama Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” (Al Baqarah: 203). Waktu takbir pada hari raya kurban dimulai sejak Subuh hari ‘Arafah hingga Ashar pada hari terakhir hari Tasyrik. Lafazh takbir yang berasal dari riwayat Ibnu Mas’ud bahwasanya dia bertakbir pada hari tasyrik dengan lafazh, “Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallah, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar Wa Lilaahilhamd.”
Shalat Hari Raya
Shalat hari raya adalah wajib atas kaum laki-laki dan perempuan karena Nabi shalallahu’alaihi wa sallam selalu mengerjakannya dan menyuruh kaum perempuan keluar agar mengerjakannya. Dari Ummu ‘Athiyah radhiallahu’anha, ia berkata, “Kami diperintah untuk membawa keluar anak perempuan yang sudah baligh dan anak perempuan yang dipingit (Pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha).” (Muttafaq ‘alaih). As-Syaukani rahimahullah mengatakan, “Diantara dalil yang menunjukkan hukum wajib shalat ‘Ied adalah bahwa shalat ‘Ied bisa menggugurkan shalat Jum’at jika ia bertepatan dalam satu hari.” Hal ini sebagaimana hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu’alihi wa sallam bersabda, “Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya (hari raya ‘Ied dan hari raya Jum’at). Oleh karena itu, barangsiapa yang menghendaki, maka boleh tidak mengerjakan shalat Jum’at. Namun, kami akan melaksanakan shalat Jum’at.” (HR. Abu Dawud (1073), Ibnu Majah (1311) dengan sanad Hasan). Pelaksanaan shalat Idul Adha dilakukan lebih awal dibandingkan pelaksanaan shalat Idul Fitri. Syaikh Abu Bakar al-Jazairi mengatakan, “ Waktu shalat Idul Fitri dan Idul Adha adalah dari naiknya matahari setinggi tombak. Dan yang paling utama adalah shalat Idul Adha diawal waktu agar ada kemungkinan bagi orang-orang untuk menyembelih hewan kurban mereka. Dan mengakhirkan shalat Idul Fitri agar memungkinkan bagi orang untuk mengeluarkan zakat fitrah mereka.” Tidak ada panggilan adzan maupun iqomat sebelum melaksanakan shalat ‘Ied. Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, Dia berkata, “Tidak pernah dikumandangkan adzan baik pada hari raya Fitri maupun pada hari raya Idul Adha.” (Muttafaq ‘alaih). Pelaksanaan shalat ‘Ied dilakukan ditanah lapang sebagaimana perkataan dari Abu Sa’id al Khudri bahwa Rasulullah biasa berangkat pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha ketanah lapang.” (HR. Bukhari (956), Muslim (889)). Melaksanakan shalat ‘Ied di tanah lapang lebih utama dibandingkan dimasjid. Hal ini disebabkan Rasulullah tetap meninggalkan masjid Nabawi dan melaksanakan shalat ‘Ied ditanah lapang padahal masjid Nabawi memiliki keutamaan shalat seribu kali lebih baik dibandingkan shalat dimasjid lain, kecuali Masjidil Haram. Disini terdapat satu hal yang harus diingatkan bahwa tujuan dari pelaksanaan shalat di tanah lapang adalah berkumpulnya kaum muslimin disatu tempat.
Sifat Shalat ‘Ied
Pertama, shalat hari raya terdiri dari dua raka’at, yang berisi dua belas kali takbir, tujuh kali pada raka’at pertama sesudah takbiratul ihram (takbiratul ihram tidak termasuk dalam tujuh takbir) sebelum membaca ayat dan lima kali takbir pada raka’at kedua sebelum membaca ayat.
Kedua, tidak ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi shalallahu’alahi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan bersamaan dengan takbir-takbir dalam shalat ‘Ied dan tidak terdapat do’a tertentu yang dibaca diantara takbir-takbir tersebut.
Ketiga, jika takbir telah selesai maka setelah itu membaca surat Al Fatihah kemudian Rasulullah biasa membaca surat Qaaf, Al Qamar, Al A’la dan Al Ghasyiah sebagaimana yang terdapat dalam riwayat yang shahih.
Keempat, tata cara pelaksanaan shalat ‘Ied lainnya sama seperti dalam shalat lainnya.
Kelima, Orang yang tertinggal mengerjakan shalat ‘Ied berjama’ah, maka dia boleh mengerjakan shalat dua rakaat sendiri.
Keenam, Takbir (tujuh takbir pada rakaat pertama dan lima takbir pada rakaat kedua) adalah sunnah dan meninggalkannya tidak membatalkan shalat, baik disengaja atau tidak. Namun, orang yang meninggalkannya dengan sengaja telah menyelisihi sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Ketujuh, Nabi shalallahu’alaihi wa sallam melaksanakan khutbah ‘Ied setelah mengerjakan shalat. Ibnu Umar berkata, “Bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar biasa mengerjakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha sebelum khutbah dilaksanakan.” (HR. Bukhari (962), Muslim (884)). Penyimpangan yang terjadi yaitu mendahulukan khutbah ‘Ied sebelum shalat merupakan Bid’ah yang pertama kali dilakukan oleh Marwan bin Al Hakam. Menghadiri khutbah ini hukumnya tidak wajib sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin duduk mendengarkan khutbah, maka dipersilahkan duduk. Dan barangsiapa yang ingin pergi, maka dipersilahkan pergi.” (HR. Abu Dawud (1155), Ibnu Majah (1290)).
Para sahabat Rasulullah jika bertemu pada hari ‘Ied sebagian mereka mengucapkan kepada yang lainnya “taqabbalallaahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kamu)”.
Ibadah Kurban
Kurban adalah binatang ternak yang disembelih pada hari Idul Adha untuk meneyemarakkan hari raya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Berkurban merupakan salah satu syiar Islam yang disyariatkan berdasar dalil Al Qur’an, “Maka shalatlah karena Rabbmu dan sembelihlah kurban.” (QS. Al Kautsar: 2). Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menyembelih kurban setelah shalat “Ied maka ibadah kurbannya telah sempurna dan apa yang diperbuatnya telah sesuai sunnah umat Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Mayoritas ulama berpendapat bahwa kurban itu hukumnya sunnah muakkad. Namun, menyembelih kurban lebih utama dari pada sedekah uang senilai harga hewan kurbannya.
Keempat, tata cara pelaksanaan shalat ‘Ied lainnya sama seperti dalam shalat lainnya.
Kelima, Orang yang tertinggal mengerjakan shalat ‘Ied berjama’ah, maka dia boleh mengerjakan shalat dua rakaat sendiri.
Keenam, Takbir (tujuh takbir pada rakaat pertama dan lima takbir pada rakaat kedua) adalah sunnah dan meninggalkannya tidak membatalkan shalat, baik disengaja atau tidak. Namun, orang yang meninggalkannya dengan sengaja telah menyelisihi sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Ketujuh, Nabi shalallahu’alaihi wa sallam melaksanakan khutbah ‘Ied setelah mengerjakan shalat. Ibnu Umar berkata, “Bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar biasa mengerjakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha sebelum khutbah dilaksanakan.” (HR. Bukhari (962), Muslim (884)). Penyimpangan yang terjadi yaitu mendahulukan khutbah ‘Ied sebelum shalat merupakan Bid’ah yang pertama kali dilakukan oleh Marwan bin Al Hakam. Menghadiri khutbah ini hukumnya tidak wajib sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin duduk mendengarkan khutbah, maka dipersilahkan duduk. Dan barangsiapa yang ingin pergi, maka dipersilahkan pergi.” (HR. Abu Dawud (1155), Ibnu Majah (1290)).
Para sahabat Rasulullah jika bertemu pada hari ‘Ied sebagian mereka mengucapkan kepada yang lainnya “taqabbalallaahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kamu)”.
Ibadah Kurban
Kurban adalah binatang ternak yang disembelih pada hari Idul Adha untuk meneyemarakkan hari raya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Berkurban merupakan salah satu syiar Islam yang disyariatkan berdasar dalil Al Qur’an, “Maka shalatlah karena Rabbmu dan sembelihlah kurban.” (QS. Al Kautsar: 2). Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menyembelih kurban setelah shalat “Ied maka ibadah kurbannya telah sempurna dan apa yang diperbuatnya telah sesuai sunnah umat Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Mayoritas ulama berpendapat bahwa kurban itu hukumnya sunnah muakkad. Namun, menyembelih kurban lebih utama dari pada sedekah uang senilai harga hewan kurbannya.
0 komentar:
Posting Komentar